Monday, March 26, 2007

Catatan Akhir di Gamalea



Kisah hidup di Gamalea memang penuh dengan kisah menyenangkan, di sana aku bisa merasakan ketinggian budaya Mesir. Dari sana aku mendapatkan banyak kenangan, baik manis atau pahit. Dari sana juga aku jadi tahu, bahwa novelis besar Naguib Mahfouz Rahimahumullah memang benar-benar novelis realis, aku mendapatkan kenyataan bahwa ia benar-benar novelis yang hebat. Mungkin dalam sejarah kenovelan belum pernah ditemukan sosok seorang novelis kedua setelah Naguib.

Kisah hidup di Gamalea memang penuh dengan kisah menyenangkan, di sana aku bisa merasakan ketinggian budaya Mesir. Dari sana aku mendapatkan banyak kenangan, baik manis atau pahit. Dari sana juga aku jadi tahu, bahwa novelis besar Naguib Mahfouz Rahimahumullah memang benar-benar novelis realis, aku mendapatkan kenyataan bahwa ia benar-benar novelis yang hebat. Mungkin dalam sejarah kenovelan belum pernah ditemukan sosok seorang novelis kedua setelah Naguib.


Gamalea telah banyak mengajariku tentang kehidupan, tentang arti kehidupan ini. Bagiku kehiupan adalah sebuah novel terpanjang, yang di dalamnya kita bisa menemukan semuanya dan memungkin segala sesuatu untuk berubah begitu saja sesuai dengan jalan ceritanya.

Seperti diriku saat ini, aku hidup di daerah Gamalea hanya sekitar tiga bulan. Padahal sejujurnya aku ingin sekali berada di sana sampai belajarku tuntas. Di sana aku bisa belajar melihat kultur budaya Mesir yang tinggi, bisa hidup dengan manusia-manusia yang berbeda dengan lainnya, di sana ada jutaan manusia yang berbeda-beda watak dan karakteristik, sangat unik sekali. Di sana pengalamanku semakin bertambah, ide yang kudapatkan mengalir deras dan bahan untuk tulisan tidak pernah habis.


Naguib memang tidak salah menempati tempat di sana, semua jalan cerita yang ada pada novel-novelnya benar-benar bisa kutemukan di Gamalea. Luar biasa. Aku juga jadi tahu bahwa di sana masih ada orang yang buta huruf, aku kira di kota Kairo ini tidak akan pernah ditemukan seorang pun yang buta huruf, ternyata di Gamalea yang dekat dengan Khan el-khalily dan al-Azhar Area itu terdapat banyak orang yang buta huruf. Padahal di sana ada berjuta-juta manusia yang hebat, yang menarik lagi adalah hampir penduduk Gamalea menguasai bahasa Inggris, walaupun itu hanya sekedarnya. Aku sering disapa dengan menggunakan bahasa Inggris, hingga anak kecil yang baru berumur sekitar lima tahunan sudah mampu ngomong dengan menggunakan bahasa Inggris, bahasanya bagus lagi.

Di apartemenku ada seorang anak kecil yang baru berumur sekitar lima tahunan, setiap ia bertemu denganku, ia selalu berucapa "Hallo, i love you", dengan bahasa yang renyah dan enak didengar, aku geli sekali mendengarnya. Aku pun menjawab dan mengajaknya bicara dengan sekedarnya, ternyata ia mampu mengimbangiku, benar-benar gadis cilik yang hebat.

Itu semua hanya bagian kisahku di Gamalea saja, untuk yang lainnya mungkin aku akan mengabadikannya lewat sebuha novel atau hanya sekedar catatan harian. Sejak hidup di sana, aku memang jarang menyentuh inmternet, makanya ceritaku tidak mampu kutulis dan kupasang di blog (maaf bagi teman-teman yang lagi menuggu). Hari ini aku ingin menuangkan semuanya di sini, mumpung ada kesempatan.

Sekarang langsung saja aku akan mengisahkan perpisahanku dengan mama dan anak-anknya (tuan rumah). Setelah sekitar satu bulan aku dan temen-temen muter-muter untuk mencari rumah kos baru, akhirnya pencarianku membawa hasil, aku dan temen-temen mendapatkan rumah kos baru di daerah yang bernama Bathniyyah di belakang masjid al-Azhar, cukup enak dan strategis. Kami pindah rumah karena memang teman-teman sudah malas jalan dari Gamelai ke Kampus, jaraknya cukup jauh dan melelahkan. Kita ingin mencari rumah yang dekat dengan Kampus dan lebih besar, rumah yang kami tempati di Gamalea itu cukup sesak juga, tidak cocok untuk kehidupan seorang mahasiswa.

Di malam perpisah kami dengan tuan rumah di Gamalea, kami harus menitikkan air mata, sedih sekali. Terus terang saja, belum pernah aku menemukan tuan rumah yang begitu baik daripadanya. Kehidupan mereka cukup harmonis, supel dan menyenangkan. Hingga malam itu kami bertiga meminta izin untuk pergi dari rumah itu, kami disuruh masuk dan disuguhi dengan minuman. Di dalam rumahnya hanya ada mama dan anak-anknya Hebah, Suzan dan Hamid. Suaminya lagi keluar. Ketika kami ngomong mau pergi, mereka semuanya kaget, karena selama ini kami belum pernah mengatakan akan pergi.

Mama mendengar ini pun nangis, terlihat matanya langsung merah dan suaranya serak seklai, begitupun Suzan yang cantik dan imut-imut tak mau kalah dengan ibunya, mbaknya Hebah juga begitu. Untuk menengkan kekagetan mereka, aku harus mengalihkan pembicaraanku dari mulai menanyakan kabar satu persatu, tentang kabar sekolah Hamid dan Suzan juga. Dalam pembicaraanku dengan mereka, aku tahu bahwa Hamid termasuk orang yang cukup terpelajar juga, ia dapat mengikuti kabar-kabar terbaru, sedangkan Suzan diam tidak mengikuti arah pembicaraan kita. Ia hanya sesekali tanya ke mabaknya Hebah yang cukup pintar juga. Sebenarnya Suzan mempunyai tampang yang cantik, tapi agak kurang baik dalam segi pengetahuan saja. Tema yang kami bicarakan waktu itu adalah tentang gempa di Aceh dan Jawa, juga tentang Naguib Mahfoz, dan tentang bahasa ‘amiyah (pasaran) Mesir dan bahasa Indonesia.

Setelah agak lama, kami akhirnya bisa mnetralisir keadaan, dari kesedihan menjadi kelakar yang menyenangkan. Lucunya, temanku ada yang mengatakan kepada mereka bahwa aku adalah penulis, aku bisa menulis novel, cerpen dan puisi. Hingga Suzan berkata, "Apa benar kamu bisa menulis puisi?"
"Coba buatkan puisi untukku"mintanya padaku, semuanya diam.
"Wah, aku hanya bsia membuat puisi berbahasa Indonesia, puisi dalam bahasa Arab sangat sulit"kayaku padanya.
Ia juga menanyakan cita-citaku, aku menjawabnya bahwa cita-citaku adalah bisa mengabdikan diriku untuk masyarakat Indonesia, baik dengan wasilh tulisan atau lainnya. Aku juga bercerita bahwa kebanyakan mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir ketika pulang akan menjadi seorang guru, itu minim-minimnya.

Selanjutnya aku mengalihkan tema perbincangan kita ke Naguib Mahfouz, ternyata mama adalah orang yang bisa diajak bediskusi, ia mengenal dan mengatakan kepada kami.
"Ia orang yang besar dan mulia"katanya setelah menceritakan sedikit tentang Naguib.
"Banyak karyanya yang kita baca di sekolah"kata Hamid tidak mau kalah dengan ibunya.
Dari tema Naguib, kita alihkan ke bahasa amiyyah dan bahasa Indonesia. Dari mulut mama aku mendapatkan banyak mufradat bahasa amiyyah Mesir. Ketika membicarakan bahasa Indonesia dan tentang bangsa Indonesia, mereka mendengarkan dengan seksama, seperti seorang guru menerangkan materi pelajarannya ke murudnya, seperti itulah kami menerangkan tentang keindonesiaan. Dalam akhir perbincangan kami dengan mereka, aku menanyakan kepada mereka untuk jalan-jalan ke Indonesia.
"Ngak mau, di sini enak"kata Suzan ketika kami tanya apakah ia mau diajak ke Indonesia.
Semunaya tertawa dengan jawaban Suzan, memang negara Mesir adalah negara yang enak, indah dan asyik. Kata orang-orang Mesir, Mesir adalah syurga dunia. Perkataan itu memang agak bernada sombong dan mau menang sendir, tapi jiga kita pernah hidup di Mesri, maka akita akan dapat merasakan apa yang dikatakan orang-orang Mesir itu, memang benar dan di dalamnya banyak bidadari-bidadari yang membuat kita lupa segalanya.

Akhirnya kami diizini untuk peergi walaupun dengan berat hati, tapi sebelum kami kembali ke flat kami. Mama bepesan bahwa jika kami ingin kembali lagi, mereka mempersilahkan. Sekarang kami hidup di Bathniyyah dengan kebiasaan yang berbeda,dan kebudayaan yang berbeda pula, walaupun jarak antara Gamalea dengan Bathniyya hanya sekitar limja kilo-an, tapi perbedaan kebudayaan sangat berbeda dan dapat kurasakan perbedaan itu. Kalau di Gamalea, suasannya bising dan keras, sedangkan di Bathniyyah suasananya tenang dan enak untuk belajar, lagi dekat dengan univesitas al-Azhar.


Puisi Untuk Suzan


Bulu mata lentik berseri
Bagai rumput panjang di pagi hari
Sepasang alis hitam kecil melengkung
Menggeliat-liat malas di kedua ujung
Bibir merah basah menantang
Bentuk indah gendewa terpentang
Hangat lembut mulut juwita
Sarang madu sari puspita
Senyum dikulum bibir gemetar
Tersingkap mutiara indah berjajar
Segar sedap lekuk di pipi
Mengawal suara merdu sang dewi!



Puisi Untuk Gamalea


Kekosongan tiba
Saat meninngalkanmu wahai Gamalea
Di sana kudapat berjuta rasa
Kisah penuh kebudayaan buatan para dewa
Di sana kujadi dewasa
Matang dalam berfikir dan asa
Cita-cita juga tampak jelas di mata
Gamalea...
Berjuta-juta bidadari menari di sana
Bersama lantunan ramai anak bangsa
Di sana Naguib mengabadikan rasa
Dari sana Taufiq Hakim belajar bahasa
Juga mengajarkannya untuk anak bangsa
Di sana para mufti berfatwa
Di sana ilmu memancar dari dua menara
Gamalea...
Realis dan tampak ceria
Dengan Khan el-Khalili dan masjid Hussainnya
Juga kebudayaannya
Gamalea...
Di dalamnya penuh misteri
Dari perabotan cantik sampai anak dekil kecil

Kumengenalmu karena agungmu
Kumengertimu karena hidup di dalammu
Kumenyanjungmu karena ada Naguib besarmu
Di sana ada ceritaku yang tidak pernah habis
Walau umur terus terkikis
Gamalea...
Tempat kisah, budaya, ilmu dan mengertiku

0 comments: