Sunday, December 03, 2006

Sha'alik pada Zaman Pra-Islam

Hubungan antara masyarakat pada zaman pra-Islam sangat erat, hubungan kehidupan mereka berada di bawah naungan persaudaraan yang telah mereka kenal sejak ribuan tahun dari nenek moyang mereka. Hubungan persaudaraan ini biasanya dikenal dengan "fanatisme" atau persaudaraan sedarah. Diantara suku yang hidup pada zaman ini, telah memiliki keakraban dan rasa persaudaran yang erat natara sesama suku mereka, mereka tidak segan-segan membela dengan nyawa mereka, ketika suku mereka diserang suku lainnya. Saling serang antar suku seperti itu pada zaman itu dianggap biasa, karena hidup mereka banyak yang berpindah-pindah untuk mencari rumput dan air untuk hewan gembala mereka. Rumput yang segar dan air yang jernih adalah dua hal yang selama ribuan mereka cari dan mereka perebutkan antar suku di daratan gersang Arab.





Ditengah-tengah mereka ada bebrapa orang yang mereka muliakan setelah ketua suku mereka, orang-orang itu biasanya dianggapnya sebagai orang yang akan menolong dan membantu mereka ketika terjadi pertikaian dan perselisihan baik diantara suku sendiri atau antar suku lainnya. Mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang akan mampu mengangkat drajat suku mereka menjadi suku yang mulya dan disegani. Dengan datangnya orang-orang itu juga, semua silsilah dan cerita yang ada di dalam suku mereka akan dapat dipertahankan, dalam artian akan ada orang-orang menyatat dengan baik-baik semua itu. Mereka adalah para penyair yang akan diingat jasa-jasanya dalam gerak-geriknya dan akan selalu diperhatiakn semua kata-katanya, karena kata-kata yang keluar dari mulut mereka bagaikan sebuah intan dan air.

Diantara penyair-penyair yang terkenal itu, biasanya akan muncul beberapa penyair yang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda daripada penyair-penyai lainnya. Penyair itu biasanya dinamakan "penyair sha'alik", penyair ini tidak terdiri dari satu orang saja, tapi terdiri dari puluhan penyair yang membentuk sebuah kelompok semacam kelompok para penyair. Kelompok inipun tidak terdiri dari satu suku saja, tapi terdiri dari beberapa suku. Setap penyair dari Sha'alik ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda-beda, mereka tidak terikat oleh peraturan adat sama sekali, mereka hanya mempunyai ikatan persaudaraan yang erat antara satu dengan lainnya, bahkan hubungan erat ini lebih erat dari pada hubungan saudara kandung sendiri. Hubungan ini tercipta dari alam yang mereka tempati. Gurun pasir, panas yang menyengat, hewan-hewan liar, udara dingin, kilat yang menyambar-nyambar, kelaparan, kahausan adalah keadaan yang dapat menyatukan persatuan mereka.

Walaupun mereka berkelompok, tapi kebebasan mereka masih terjaga, mereka mempunyai naluri yang bisa membedakan mana lawan dan teman, mereka bisa merasakan mana yang baik dan jelek untuk mereka. Mereka akan bersatu ketika alam memanggil mereka untuk bersatu, mereka mempunyai hubungan darah yang lebih dekat dari pada lainnya. Sha'alik mepunyai makna yang bermacam-macam, secara harfiah "sha'alik" adalah orang miskin yang tidak punya harta sedikit pun [1]. Azhari menambahkan, bahwa sha'alik adalah orang-orang miskin yang tidak berharga dan tidak punya pekerjaan. Hatim at-Tha'i berkata dalam syairnya :
غنينا زمانا بالثصعلك والغني * فكلا سقاناه بكأسيهما الدهر
Hatim at-Tha'i dalam syairnya ini menyatakan, bahwa makna sha'alik adalah fakir/miskin sebagai lawan dari kaya. Syair ini telah menjadi dalil dari makna sha'alik sendir, tentu makna ini tidak akan lepas dari perubahan bersamaan dengan berkembangnya bahsa sendiri. Pada saat ini kata sha'alik sendiri telah mengalami perluasan makna yang dari pertamanya hanya bermaknya kefakiran/kemiskinan sendiri, telah meluas menjadi "seseorang yang malamnya dijadikan siang, sedangkan siangnya dijadikan malam atau begadang malam hari". Makna ini menjadi luas setelah ditemukan kata sha'alik dalam syair lainnya yang tidak mengacu pada makna sebenarnya, syair itu milik Amr bin Barraqah al-Hamdani [2]. Di dalam syairnya ini, dua kata sha'alik tidak menunjukkan makna aslinya yaitu kefakiran, tapi bermakna orang yang begadang malam untuk mengerjakan pekerjaan pada malam hari, seperti mencuri, membegal, merampok, dan pemberontakan. Amrul Qais sendiri mengatakan dalam syairnya, bahwa penyair-penyair sha'alik adalah teman-temannya yang membantunya dalam peperangan dan pemberontakannya, pemberontakan yang dilakukan di waktu malam hari tentunya. Amrul Qais biasanya memberi julukan kepada mereka dengan julukan serigala-serigala padang pasir, karena merekabergerak berkelompok seperti serigala-serigala padang pasir yang kejam dan ganas.

Walaupun mereka terkenal dengan kekejaman dan keganasannya, tetapi mereka masih mempunyai naluri persaudaraan yang erat sesama mereka. Walaupun mereka melakukan pekerjaan yang kotor berupa pencurian, perampokan, pembegalan dan pemberontakan, tapi mereka selalu memperhatikan nasih teman-teman dan suku-sukunya. Disamping mereka terkenal dengan kekejamannya, juga mereka terkenal dengan syair-syairnya yang indah—indah, siapa yang tidak kenal dengan seorang pimpinan sha'alik pada abad ke-8 yang berjulukan Syanfarah [3], sedangkan syair-syairnya terkenal disebut lamiyatul arab lil syanfarah [4], bahkan khalifah Umar bin Khattab Ra berkata mengenai dirinya dengan perkataan yang membanggakan dan memujinya dengan pujian : "ajarilah anak-anakmu lamiyatul arab, karena ia akan menjadikannya fasih dan mengajarinya akhlak-aklhlak yang bagus". Nama aslinya adalah Awas bin Hajar bin Hunu bin Azdy [5] dan berakhir nasabnya pada Kahlan bin Saba'. Lainnya adalah 'Urwah bin al-Ward, Salik bin as-Salakah, dan Ta'abbath Syirran.

Sejak dahulu kala, para penyair sha'alik juga terkenal dengan orang-orangnya yang pemberani dan perkasa, walaupun terkadang mereka terlalu ganas dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak baik. Mereka lebih banyak berdampngan dan besahabat dengan hewan-hewan liar di gurun pasir, seperti serigala-serigala liar, cheta, harimau, macan tutul, singa, kerbau liar dan lain-lain. Dari pengalaman-pengalaman yang luar biasa ini, terlahir syair-syair yang indah dan penuh filsafat tentang kehidupan. Semua gerak-gerik mereka terekam dalam syair-syair yang akan diingat sepanjang zaman. Mereka adalah kumpulan penyair-penyair miskin yang merangkap sebagai kelompok yang liar dan ganas tanpa aturan, pemberontak-pemberontak yang gagah pemberani, dan para perampok-perampok. Kehidupan mereka selalu berpindah-pindah dan menikmati pengalaman dan kehidupan mereka sendiri. Kelompok yang selalu hidup bersahabat dengan alam yang ganas dan hewan-hewan yang liar, mereka itulah kelompok sha'alik yang biasa disebut serigala padang pasir.

1- Lihat kata sha'alaik pada kamus lisanul arab
2- تقول سليمي : لا تعرض لتلفة * وليلك عن ليل الصعاليك نائم
وكيف ينام الليل من جل ما له * حسام كلون الملح أبيض صارم
ألم تعلمي أن الصعاليك نومهم * قليل اذا نام الخلي المسالم
3- Artinya orang yang mempunyai bibir yang tebal
4- Atau lidahnya orang Arab, sayyidah Aisyah Ra, juga seorang penghafal syair-syairnya Syanfarah, bahkan beliau seorang periwayat syair-syairnya juga di waktu masih kecil.
5- Azdy dinisabkan kepada Azd, sebuah suku di Yaman yang terpecah setelah banjir bandang dan pecahnya bendungan Ma'rab mencadi pecahan suku yang banyak, diantaranya adalah suku Azd Syanu'ah, Azd Umman, Azd as-Sarrah dan Azd Gassan.




Cairo, 29 Oktober 2006
Baca Selanjutnya Bro..