Monday, June 22, 2009

Masih Ada Hari Esok

Senja hampir tenggelam, tingginya seukuran tombak dilihat dari jarak pandangku. Cahaya semburat merah itu menjadikan air sungai Nil berkilau-kilau. Indah! Di sampingku, di atas tempat duduk di Kornish Nil, ada yang lebih indah dari sekedar warna emas senja. Lebih cantik dari sekedar kilauan mutiara jamrud. Ia duduk sambil sesekali mengusap air matanya yang terus-menerus keluar. Tak ada suara rintihan yang keluar dari mulutnya yang indah itu, tapi derita itu bisa kurasakan. Derita itu tampak lantaran ada air mata yang keluar terus-menerus dan wajah yang amat sayu itu. Derita itu mengobrak-abrik dadaku. Hingga membuat langkahku berhenti. Aku kira derita itulah yang merantai kedua kakiku untuk tak jalan lagi.




Wajah itu memang menyakitkan hati kalau dilihat oleh mata. Tapi, ada aura hebat di wajah itu. Begitu hebatnya, hingga senja pun akan takut untuk terbit. Aura itu akan terasa lebih cemerlang apabila mendung itu tak membayanginya.

Sejenak aku pandangi wajah yang sedang menunduk itu. Hidungnya yang mancung memerah. Bulu mata itu hitam, berdiri melengkung dan tampak halus seperti kapas. Badannya agak bergetar lantaran tangis. Tiba-tiba ada kekuatan yang membuka borgol kakiku, ia berjalan tanpa keinginanku. Beberapa detik kemudian, pantatku sudah duduk bersebelahan dengannya. Duduk bersamanya, seperti duduk di atas balok es. Dingin dan beku. Aku tak tahu harus melakukan apa. Sepertinya, kekuatan yang sekejap hadir itu sirna begitu saja. Sirna ditelan aura penderitaan yang dipancarkan olehnya.

Baru kali ini aku dapat merasakan bagaimana gak enaknya menjadi patung hidup. Tubuh ini tak mampu digerakkan oleh kemauan kita sendiri. Aku memang sudah layaknya disebut mayat hidup. Sungguh aneh perasaan seperti ini. Sungguh aneh. Aku hanya bisa melirik ke arahnya, sambil berharap ia bisa menyapaku. Tapi mungkinkah ia akan menyapaku, sednagkan dirinya sednag sibuk oleh dunianya sendiri. Dunia yang gelap dan suram. Mengerikan.

Sambil bengong tak mampu berbuat apa-apa. Aku berharap ada wahyu datang menghampiri dadaku. Mengisyaratiku sesuatu atau memberi kekuatan untuk beranjak pergi saja. Namun, di menit 15-an, yang sudah kurasakan seperti setengah hari, ada kekuatan aneh merasuki tubuhku. Kali ini, kekuatan itu dapat kurasakan sangat dahsyat, aku dapat membaca dengan jelas perintah gilanya. Ini benar-benar gila. Kekuatan Jin Ifrit penunggu Sungai Nil, mungkin, yang sedang merasukiku.

Tanganku tiba-tiba saja bergerak lincah mengambil notebook berwarna kuning kecil di sakuku. Notebook yang tak pernah tertinggal jika aku berpergian ke mana saja. Notebook kuyakini sebagai pengganti estasi, aku bisa gila tanpanya. Kali ini, jariku memainkan peran sangat hebat. Tulisanku sungguh aneh kurasakan. Ini ide tergila yang pernah kulakukan. Apakah kali ini Jin Ifrit benar-benar telah menguasai diriku, ataukah ruh Kahlil Gibran yang sedang mengeksekusiku?


*******************


Sore itu aku ingin menyendiri. Aku ingin menyejukkan hatiku. Mungkin, bersama Nil aku bisa terbang ke Bneua Antartika sambil menyelam di air esnya. Aku ingin membekukan hatiku yang sedang terbakar ini. Tak ada tempat untuk melarikan diri, kecuali Kornish Nil. Ketika kumenyendiri, bukan obat yang kudapat, malah racun yang semakin hebat yang kuteguk. Aku tak bisa menahan luapan tangisku. Aku hanay mampu menyegah supaya tangisku tak memecah menjadi jeritan pilu. Biarkan air mata ini meleleh, dengan ini aku berharap hati ini ikut meleleh. Setengah jam, satu jam, dua jam, hingga tiga jam aku duduk sendirian sambil menatap matahari yang mulai turun. Aku memang tak mau tahu dengan lainnya. Biarkan ornag lai melihatku, aku tak mau tahu apa kata ornag. Aku ingin sendiri. Hingga datanglah seseorang, seseorang yang dengan lancang terus menerus melihat ke arahku. Hingga dia berhenti dan duduk di sampingku. Ia diam membisu. Aku pun tak mengganggunya, selagi ia tak menggangguku.

Aku sempat melirik dan melihat dengan jelas ke arahnya. Orang Indonesia dnegan badan okey. Wajah tampan, kulit putih, tinggi dan berbadan kekar. Pokoknya tipe cowok maco ala diriku. Jarang-jaranga da ornag Indonesia punya badan segede itu. Setampan itu. Setinggi itu. Lengkap sebenarnya, sayang hatiku sedang kacau. Aku yakin ia sedang memperhatikanku, ingin berkenalan denganku. Aku sangat tahu tipe-tipe laki-laki seperti itu. Semua laki-laki memang buaya!

Tiba-tiba saja, ia menyeodorkan sesuatu kepadaku. Sambil menatapku dengan pasti ia ingin memberi sesuatu. Ia ingin aku mengambilnya. Pertama, aku kira yang diberikan adalah tisu, sebab aku sedang menangis, tapi dugaanku salah. Ternyata kertas berwarna kuning. AKu buka lipatan segi tiga itu. Kubaca sebentar. Tak kusangka. Begitu hebat tulisan itu. Benar-benar sinting. Baru kali ini aku menemukan orang paling gila. Bukan. Seniman gila maksudku. Atau??? Mungkinkah dia bisu, sehingga membutuhkan kertas untuk berkomunikasi.

Aku bertatapan sebentar dengannya dan senyumn itulah yang membuatku melayang. Benar-benar senyum pamungkas yang pernah kuterima. Untuk sesaat aku bisa lupa akan derita yang sedang kutanggung lantaran senyum itu. Dan sesaat kemudian senyum itu hilang. Hilang bersama dengan tubuh yang gagah itu. Aku tertegun melihat cowok itu pergi meninggalkanku sendirian. Aku ingin mengejarnya, tapi kakiku tak mampu kuangkat. Aku tak punya tenaga untuk berjalan. Tulisan yang dikerjakannya sungguh berat. Sungguh berat untuk diterima.

Jangan kau teteskan air mata di sini
Sebab, air nil akan terasa asin

Jangan risaukan yang kemarin,
Karena, masih ada esok

Tak akan engkau dapatkan obat di sini
Sebab obat itu ada di hatimu

Segelap-gelapnya wajahmu
Tetap secerah mentari pagi

Luapakan derita
Sirnakan semua yang ada

Senja Nil
Seindah harimu besok
Seindah senyummu esok
Ketika beban itu kaubasuh dengan Nil

Lupakan segalanya...
Engkau akan lebih cerah dari yang tercerah...

15 Juni 2009


Baca Selanjutnya Bro..

Thursday, April 23, 2009

Prolog To Most Greatest In Egypt


Sudah lama aku ingin mencoba menulis tentang hal-hal yang agung di Mesir, namun tak pernah terelesiasikan. Aku terlalu malas. Hari ini aku benar-benar ingin menulis, sebagai langkah awal, aku telah menulis prolognya.


Baca Selanjutnya Bro..