Thursday, July 05, 2007

Jaulah ke-3 dari Dilat


Seperti biasanya, musim yang panas ini membuatku enggan untuk keluar rumah. Sejak diklat pertama dan ke-dua kemarin, aku harus hati-hati untuk menjaga badan ini, jangan terlalu tervorsir kekuatan tubuh ini, harus seimbang antara istirahat dan mengeluarkan tenaga. Hari ini aku tidak perlu tergesa-gesa, sebab jam diklat telah diundur setengah jam. Dari perjalanan rumah ke pasar Attaba dan dari metro Attaba ke metro Cairo University bisa memakan setengah jam-an, kali ini perjalananku hanya berdua saja, sebab teman yang lain tidak masuk karena ada beberapa urusan pribadi. Setelah nyampai di Cairo University, aku tidak langsung masuk kelas, tapi terlebih dahulu menunaikan shalat Dhuhur supaya tidak tergesa-gesa seperti hari-hari sebelumnya. Selesai shalat Dhuhur yang membuatku terasa nyaman, aku masuk kelas, di dalam sudah penuh dengan mahasiswa yang lainnya. Aku mendapatkan tempat duduk di tengah-tenagh, tidak di belakang lagi. Di depanku sekitar empat baris telah ditempati para mahasiswi, aku jadi berfikir kenapa mereka duduk di bangku mahasiswa, padahal mereka sudah ada tempat khusus dan masih banyak yang kosong. Sambil menanti Dr. Musa, pandanganku menyapu semua mahasiswa dan mahasiswi, di depanku antara mahasiswa dan mahasiswi duduk campur aduk, heran sekali hari ini. Baru dua puluh menit kemudian Dr. Musa datang, pertama-tama beliau minta maaf atas keterlambatannya itu, selanjutnya beliau meminta para mahasiswi yang sedang duduk di tempat duduk mahasiswa untuk pindah ke tempat aslinya. Entah berapa kali beliau meminta, tapi dasar mahasiswi-mahasiswi itu kayaknya bandel sehingga mereka tidak bangkit-bangkit dari tempat duduknya. Baru setelah para mahasiswa menyuruh mereka pindah, akhirnya mereka berdiri juga. Aku pun pindah ke depan di mana para mahasiswi tadi duduk.




Dalam diklat ini Dr. Musa menjelaskan tentang ilmu Nahwu juga, tapi penjelasannya lebih enak di pahami, karena disamping beliau memakai bahasa Arab Fusha, juga cara menjelaskannya cukup jelas. Aku senang sekali dengan dosen yang satu ini, cukup puas aku bisa menghadiri diklat ini. Dua jam setengah terasa pendek sekali kurasakan, mungkin karena saking enaknya itu kali sehingga tidak terasa diklat sudah selesai begitu saja. Dalam perjalanan pulang itu, aku ingin mengambil beberapa fhoto di kampus dan di pasar Attaba, begitu juga di tempat Khan el-Khaliy. Tiba-tiba terselip suatu keinginan untuk fhoto-fhoto di Kornish Nil, alangkah indahnya seandainya aku bisa ke sana sore-sore. Setelah nyampai di rumah, sebelumnya aku shalat Ashar dulu di masjid al-Azhar. Di rumaha hanya bersitirahat sekitar satu jam-an, ada teman yang mengajak ke Tahrir untuk beli pakaian di pasar Kiwala Bala di samping Tahrir, ini namanya mau makan ikan Teri tanpa menangkap ikannya, tingggal memakan saja.

Dalam perjalanan ke pasar Kiwala Bala itu aku dan teman-teman jalan-jalan di Kornish Nil untuk mendapatkan beberapa jepretan fhoto kenang-kenangan. Ternyata sore hari di jembatan Nil Tahrir lebih indah dari pada yang selama ini kubanyangkan, tua-muda Mesir tuplek-amblek menikmati senja di Nil, indah dan romantis sekali, alangkah indahnya bisa jalan-jalan bersama kekasih sendiri. Jarak anatara Kornish Nil Tahrir dengan pasar Kiwala Bala cukup jauh, sekitar dua kilo-an. Setelah sampai di sana, aku benar-benar kaget sekali, belum pernah aku melihat pasar pakaian yang sebesar ini di dalam hidupku, bahkan pasar pakaian di Attaba akayaknya kalah besar. Harga yang ditawarkan di sana cukup murah, sayang sekali aku tidak punya uang banyak, coba ada uang abnyak akan habis di sana. Setelah muter-muter dari sore sampai jam 12 malam, aku hanya bisa beli satu celana Jeans dan tiga baju dengan uang hanya lima puluh pound di tangan.

Dalam perjalanan pulang itu, aku dan teman-teman hanya bisa berjalan kaki, karena untuk naik bis atau angkutan tidak ada yang tahu apa mobilnya, mau naik taksi kita ada lima orang, tidak mungkin taksi mau. Akhirnya perjalanan yang jauh itu kita tempuh juga, kaki seperti mau copot, padahal belum sampai rumah, baru nyampai Ramsis. Dari Ramsis aku dan teman naik metro ke Attaba, dari Attaba ke rumah berjalan kaki lg, alangkah capeknya hari ini. Dengan kaki hampir copot aku dan teman-teman sampai rumah, setelah shalat dan mandi aku langsung tertidur pulas, hingga mimpi i kasih uang seseorang. Pagi-pagi ternyata ada sms dari orang tua, aku dikirimin uang, oh... Tuhan memang tahu kalau aku sedang membutuhkan uang, Tuhan itu Mhaha Tahu dan Maha Adil, alhamdulillahirabbil ‘alamin.



Baca Selanjutnya Bro..

Diklat ke-2


Hari itu Kairo benar-benar terbakar, kehidupan di sini sama seperti di gurun sahara yang tandus tanpa ada setetes air pun. Musim panas telah mencapai puncaknya, aku benar-benar kepanasan. Dengan mencoba untuk berniat yang baik, kulangkahkan kakiku keluar rumah dengan agak malas-malasan, hari itu benar-benar membuatku ingin di dalam rumah saja. Tapi niat baikku juga akhirnya mengalahkan segala nafsu dan ke-egoanku. Dengan panas yang menyengat sampai ke ubun-ubun, serasa seperti seluruh yang ada dalam kepalaku menjadi mendidih. Hari Minggu taggal 1 Jun2007 adalah hari ke-dua diklatku, aku tidak ingin menyia-nyiakan semua waktuku hanya untuk bermalas-malasan di rumah saja. Ala-ala seperti Fahri tokoh dalam novel Ayat-Ayat Cinta, pada musim panas yang seperti ini masih mau beraktifitas.



Mungkin karena tadi malam aku ngelembur membaca, sehingga hari itu aku masih lemas, apalagi suhu saat itu menunjukkan pada peringkat teratas. Dengan langkah lemas aku dan teman-teman berusaha mengejar waktu, jam 1 siang tepat diklat akan dimulai, padahal saat aku baru mau naik metro bawah tanah, jam menunjukkan pada jam satu kurang seper empat. Karena kurang tidur sehingga bangunnya molor, kesiangan.

Jam satu lebih seper empat aku dan teman-teman sampai di kampus Cairo University, ternyata benar-benar diklat telah dimulai, untung baru sebenatar. Coba kalau aku terlambat lama dikit, alangkah malunya diriku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku masuk kelas padahal semua mahasiswa sudah ada di dalam. Shalat jama’ah Dhuhur belum selesai, sebenarnya aku tidak senang kalau diklat ini dimulai pada jam 1 tepat, karena pada saat itu azan Dhuhur baru dikumandangkan, jadi mau tidak mau banyak teman-teman yang harus mengakhirkan shalat Dhuhur, termasuk diriku.

Dr. Hugag Anwar menjelaskan tentang masalah nahwu-sharf –Gramatikal Bahasa Arab-. Pembahasannya cukup membuat orang harus berfikir mendalam, karena yang dibahasa saat itu hanya pada bab yang banyak tidak difahami oleh mahasiswa, mungkin karena ruwetnya gramatikal Arab. Mestinya ilmu Nahwu menjadi sebuah ilmu yang enak dan renyah dipelajari oleh seorang mahasiswa, akan tetapi saat itu ilmu Nhawu menjadi masalah yang cukup ruwet bagi para pelajar dan mahasiswa. Kenapa?, karena Dr. Hugag Anwar dalam penjelasannya tidak mengikuti metode pembelajaran ilmu Nhawu yang alami, metode yang disampaikan oelh para ulama-ulama Arab sebelumnya. Aku sendiri menjadi bingung dalam memahami penjelasannya, bahkan cara pandang Dr. Hugag berbeda dengan yang lainnya. Selama dua jam setengah itu, aku tidak banyak menyerap ilmu yang disampaikan oleh Dr. Hugag itu. Aku hanya bisa memastikan bahwa Dr. Hugag mencoba untuk mencari metode baru dalam pembelajaran dan penyampaian ilmu Nahwu yang sampai saat ini bisa dikatakan menjadi ilmu yang sulit di mengerti oleh sebagian pelajar dan mahasiswa, bahkan orang-orang Mesir pun merasakan kesulitan itu. Aku jadi ingat pengalamanku setahun yang lalu tentang ilmu Nahwu ini. Dulu sebelum aku pindah ke daerah Darrasah ini, aku sempat hidup di daerah Gamie’ yang padat penduduk Indonesianya. Pada suatu hari, ketika aku sedang pulang dari rumah teman dengan membawa sebuah buku Nahwu, dalam perjalanan pulang itu aku mencoba untuk mampir ke sebuah toko di depan rumahku untuk beli sesuatu. Ketika penjual itu melihat sebuah buku Nahwu yang kubawa, ia berkomentar bahwa ilmu Nahwu sangat sulit, bahkan lebih sulit dari ilmu Matematika. Mendengar ini aku hanya bisa tersenyum saja, selama ini aku banyak mendengar keluhan-keluhan seperti itu, jadi tidak begitu mengagetkanku.

Ada kemungkinan Dr. Hugag ini mencoba sebuah metoide baru hasilnya sendiri, akan tetapi ia tidak tahu bahwa dengan metodenya ini ilmu Nhawu akan menjadi sulit. Aku jug sempat ingat dengan seorang penulis dan dosen sejarah Arab, namanya Dr. Syaoqi dhaoif, ia mengarang sebuah buku dengan judul Tajdidul Nahw – Metode Baru Ilmu Nhwu-. Buku itu mengupas tentang pembaruan terhadap ilmu Nahwu, baik dari segi dalamnya atau segi luarnya. Ketika mengingat Dr. Syaoqi ini, aku sempat merasakan adanya sebuah kemiripin ide untuk memperbarui metode ilmu Nahwu oleh Dr. Hugag.

Sebelum selesai, seorang yang bertanggung jawab terhadap diklat ini memberi sebuah informasi yang sangat membahagiakan diriku. Orang itu mengubah jam mulai diklat yang biasanya dimulai pada jam 1 siang tepat menjadi jam 1:30, aku tahu apa yang terjadi sebelum ini, aku tahu bahwa sebelumnya banyak mahasiswa yang memprotes dan meminta pengunduran waktu itu, alasan mereka adalah karena waktu itu baru masuk Shalat Dhuhur, alangkah lebih baiknya kalau diklat dimulai pada saat para mahasiswanya selesai shalat Dhuhur. Selesai dilat, aku dan teman-teman tidak langsung pulang ke rumah, tapi jalan-jalan dulu mengitari pasar rakyat Attaba yang tidak ada batasnya itu, kepala terasa lebih berat dari sebelumnya, otak terasa panas sekali, ingin sekali aku pulang dan mandi.

Selesai diklat, badan terasa capek sekali, kepala sakit. Sesampainya di rumah tidak kuat lagi badan ini untuk diajak bergerak, kepala rasanya benar-benar terbakar habis. Akhirnya kelelahan pun membuatku tidur lelap, 1 malam aku terbangun dari tidur lelapku, aku bermimpi pulang, indah sekali. Tapi kepala masih sakit, dengan langkah terhuyung-huyung aku berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan badanku. Ternyata perjalanan dari Cairo University ke rumah itu membuatku sakit. Hingga pagi-pagi kepalaku baru terasa ringan sekali, malam itu juga aku tidak bisa tidur, oh...alangkah hebatnya hidup di Mesir, ternyata memang benar apa yang dikatakan seniorku bahwa kehidupan yang paling enak adalah di Indonesia, di sana kita tidak akan pernah merasakan musim panas dan musim dingin yang dapat membekukan seluruh badan, termasuk otak, begitu juga dengan musim panas yang dapat mendidikan otak.




Baca Selanjutnya Bro..