Thursday, July 05, 2007

Diklat ke-2


Hari itu Kairo benar-benar terbakar, kehidupan di sini sama seperti di gurun sahara yang tandus tanpa ada setetes air pun. Musim panas telah mencapai puncaknya, aku benar-benar kepanasan. Dengan mencoba untuk berniat yang baik, kulangkahkan kakiku keluar rumah dengan agak malas-malasan, hari itu benar-benar membuatku ingin di dalam rumah saja. Tapi niat baikku juga akhirnya mengalahkan segala nafsu dan ke-egoanku. Dengan panas yang menyengat sampai ke ubun-ubun, serasa seperti seluruh yang ada dalam kepalaku menjadi mendidih. Hari Minggu taggal 1 Jun2007 adalah hari ke-dua diklatku, aku tidak ingin menyia-nyiakan semua waktuku hanya untuk bermalas-malasan di rumah saja. Ala-ala seperti Fahri tokoh dalam novel Ayat-Ayat Cinta, pada musim panas yang seperti ini masih mau beraktifitas.



Mungkin karena tadi malam aku ngelembur membaca, sehingga hari itu aku masih lemas, apalagi suhu saat itu menunjukkan pada peringkat teratas. Dengan langkah lemas aku dan teman-teman berusaha mengejar waktu, jam 1 siang tepat diklat akan dimulai, padahal saat aku baru mau naik metro bawah tanah, jam menunjukkan pada jam satu kurang seper empat. Karena kurang tidur sehingga bangunnya molor, kesiangan.

Jam satu lebih seper empat aku dan teman-teman sampai di kampus Cairo University, ternyata benar-benar diklat telah dimulai, untung baru sebenatar. Coba kalau aku terlambat lama dikit, alangkah malunya diriku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana aku masuk kelas padahal semua mahasiswa sudah ada di dalam. Shalat jama’ah Dhuhur belum selesai, sebenarnya aku tidak senang kalau diklat ini dimulai pada jam 1 tepat, karena pada saat itu azan Dhuhur baru dikumandangkan, jadi mau tidak mau banyak teman-teman yang harus mengakhirkan shalat Dhuhur, termasuk diriku.

Dr. Hugag Anwar menjelaskan tentang masalah nahwu-sharf –Gramatikal Bahasa Arab-. Pembahasannya cukup membuat orang harus berfikir mendalam, karena yang dibahasa saat itu hanya pada bab yang banyak tidak difahami oleh mahasiswa, mungkin karena ruwetnya gramatikal Arab. Mestinya ilmu Nahwu menjadi sebuah ilmu yang enak dan renyah dipelajari oleh seorang mahasiswa, akan tetapi saat itu ilmu Nhawu menjadi masalah yang cukup ruwet bagi para pelajar dan mahasiswa. Kenapa?, karena Dr. Hugag Anwar dalam penjelasannya tidak mengikuti metode pembelajaran ilmu Nhawu yang alami, metode yang disampaikan oelh para ulama-ulama Arab sebelumnya. Aku sendiri menjadi bingung dalam memahami penjelasannya, bahkan cara pandang Dr. Hugag berbeda dengan yang lainnya. Selama dua jam setengah itu, aku tidak banyak menyerap ilmu yang disampaikan oleh Dr. Hugag itu. Aku hanya bisa memastikan bahwa Dr. Hugag mencoba untuk mencari metode baru dalam pembelajaran dan penyampaian ilmu Nahwu yang sampai saat ini bisa dikatakan menjadi ilmu yang sulit di mengerti oleh sebagian pelajar dan mahasiswa, bahkan orang-orang Mesir pun merasakan kesulitan itu. Aku jadi ingat pengalamanku setahun yang lalu tentang ilmu Nahwu ini. Dulu sebelum aku pindah ke daerah Darrasah ini, aku sempat hidup di daerah Gamie’ yang padat penduduk Indonesianya. Pada suatu hari, ketika aku sedang pulang dari rumah teman dengan membawa sebuah buku Nahwu, dalam perjalanan pulang itu aku mencoba untuk mampir ke sebuah toko di depan rumahku untuk beli sesuatu. Ketika penjual itu melihat sebuah buku Nahwu yang kubawa, ia berkomentar bahwa ilmu Nahwu sangat sulit, bahkan lebih sulit dari ilmu Matematika. Mendengar ini aku hanya bisa tersenyum saja, selama ini aku banyak mendengar keluhan-keluhan seperti itu, jadi tidak begitu mengagetkanku.

Ada kemungkinan Dr. Hugag ini mencoba sebuah metoide baru hasilnya sendiri, akan tetapi ia tidak tahu bahwa dengan metodenya ini ilmu Nhawu akan menjadi sulit. Aku jug sempat ingat dengan seorang penulis dan dosen sejarah Arab, namanya Dr. Syaoqi dhaoif, ia mengarang sebuah buku dengan judul Tajdidul Nahw – Metode Baru Ilmu Nhwu-. Buku itu mengupas tentang pembaruan terhadap ilmu Nahwu, baik dari segi dalamnya atau segi luarnya. Ketika mengingat Dr. Syaoqi ini, aku sempat merasakan adanya sebuah kemiripin ide untuk memperbarui metode ilmu Nahwu oleh Dr. Hugag.

Sebelum selesai, seorang yang bertanggung jawab terhadap diklat ini memberi sebuah informasi yang sangat membahagiakan diriku. Orang itu mengubah jam mulai diklat yang biasanya dimulai pada jam 1 siang tepat menjadi jam 1:30, aku tahu apa yang terjadi sebelum ini, aku tahu bahwa sebelumnya banyak mahasiswa yang memprotes dan meminta pengunduran waktu itu, alasan mereka adalah karena waktu itu baru masuk Shalat Dhuhur, alangkah lebih baiknya kalau diklat dimulai pada saat para mahasiswanya selesai shalat Dhuhur. Selesai dilat, aku dan teman-teman tidak langsung pulang ke rumah, tapi jalan-jalan dulu mengitari pasar rakyat Attaba yang tidak ada batasnya itu, kepala terasa lebih berat dari sebelumnya, otak terasa panas sekali, ingin sekali aku pulang dan mandi.

Selesai diklat, badan terasa capek sekali, kepala sakit. Sesampainya di rumah tidak kuat lagi badan ini untuk diajak bergerak, kepala rasanya benar-benar terbakar habis. Akhirnya kelelahan pun membuatku tidur lelap, 1 malam aku terbangun dari tidur lelapku, aku bermimpi pulang, indah sekali. Tapi kepala masih sakit, dengan langkah terhuyung-huyung aku berjalan ke kamar mandi untuk menyegarkan badanku. Ternyata perjalanan dari Cairo University ke rumah itu membuatku sakit. Hingga pagi-pagi kepalaku baru terasa ringan sekali, malam itu juga aku tidak bisa tidur, oh...alangkah hebatnya hidup di Mesir, ternyata memang benar apa yang dikatakan seniorku bahwa kehidupan yang paling enak adalah di Indonesia, di sana kita tidak akan pernah merasakan musim panas dan musim dingin yang dapat membekukan seluruh badan, termasuk otak, begitu juga dengan musim panas yang dapat mendidikan otak.




0 comments: