Saturday, September 29, 2007

AKU TELAH MATI!


AKU TELAH MATI!

Sepi!. Ruang lingkupku terasa sepi saat ini. Entah mengapa tiba-tiba saja, akhir-akhir ini aku merasa bosan. Padahal, dihitung-hitung semua pekerjaanku sudah habis sejak tiga minggu yang lalu. Sebuah pekerjaan yang membuatku tidak bisa tidur nyenyak, makan tidak enak dan selalu membuatku selalu gelisah. Walaupun begitu, tidak ada rasa lega dan nikmat yang pernah kurasakan sebelumnya, ternyata pekerjaan itu telah usai, setelah setahun lamanya aku bekerja keras untuk menyelesaikaannya.

Novel! Ya, sebuah novel tentang seorang pemuda Indonesia yang sedang mencari ibu dan adik-adiknya di Mesir telah kutamatkan pada awal September 2007. Bisa dikatakan novel pertamaku yang pernah kutulis sampai tamat, sebelumnya memang aku pernah menulis sebuah novel dengan judul Senyum Ratu Cleopatra, tapi novel itu tidak jadi kuteruskan karena ada beberapa kendala yang kuhadapi. Hingga aku mendapatkan sebuah ide baru pada awal tahun 2006 dan langsung kucoba untuk kutulis. Permulaan penulisan novel ke-duaku dengan judul Senja di Kornish Nil ini pada bulan September 2006 dan berakhir pada bulan September 2007. dengan kata lain pembuatan novel ke-dua ini membutuhkan waktu satu tahun, baik dalam pengolaan ide, mencari data dan menjeljahi setting novel.



Entah mengapa tiba-tiba saja duniaku saat ini menjadi sebuah kata-kata tanpa titik. Hanya ada plot-plot tidak terduga di dalamnya. Dunia yang begitu luas, hampir sulit dijangkau batasnya. Dan entah mengapa aku sendiri merasa asyik dengan dunia kata-kataku ini?. Hingga saat ini aku masih meramu sebuah kata-kata menjadi sebuah kehidupan dengan titik-titiknya, hampir seperti Tuhan dengan kehidupan manusia dengan berbagai problemnya. Aku masih ingat, pernah suatu ketika ada seseorang mengatakan bahwa membuat cerita, baik cerpen dan novel adalah replika dari kehidupan manusia dengan Tuhan dibalik layarnya. Apakah aku sekarang sudah menjadi Tuhan-Tuhan kecil yang dengan rakus dan tamak mencoba bersaing dengan Tuhan yang Maha Mutlak?. Oh... aku tidak tahu. Aku hanya mengatakan bahwa aku bukan Tuhan dengan segudang rahasia-Nya, aku adalah manusia ciptaan-Nya yang mencoba untuk mencatat kembali kehidupan-kehidupan manusia, bukan membuat kehidupan untuk manusia kembali, atau bahkan bersaing dengan-Nya.

Saat ini, aku masih berada dalam kesesatan kata-kata. Tidak ubahnya seperti seekor kupu-kupu yang mungil tersesat dan terjerat jaring-jaring laba-laba. Kata-kata yang kubuat dari hasil imajinasiku yang liar, akhirnya membuatku menjadi manusia-manusia kerdil. Manusia-manusia yang tersesat oleh senjatanya sendiri dan manusia kerdil yang selalu dihina oleh sesamanya. Aku memang seorang raja di dalam novelku, tapi dalam kehidupanku sendiri aku adalah seorang budak. Aku memang seorang yang kaya raya dalam rangkain ceritaku sendiri, tapi aku nyatanya adalah seorang yang miskin sekali. Entah mengapa kehidupanku hanya berputar seperti seekor siput yang sedang berjalan, kadang-kadang ia harus berhenti atau mati sebelum tujuan perjalanannya sampai, atau dengan kata lain siput itu mati di tengah jalan.

Dunia kata-kata dan imajinasiku membuatku semakin menjauh dari kehidupan realita, tapi mengapa aku malah menyukainya?. Hingga kesukaanku mengotak-ngatik kata-kata ini menjadi seseorang yang jarang keluar rumah dan akhirnya membuatku semakin tidak mengerti dengan kehidupan nyataku. Akhirnya dan akhirnya saat ini aku hidup di alam teka-teki, alam kata-kata dengan berjuta-juta huruf tanpa batas, sedangkan di dunia realita aku mati tanpa nama!. Menyakitkan sekali kehidupanku ini. Aku ingat benar ketika ada salah satu temanku berkata padaku; “Nga, entah mengapa saat ini aku merasa bukan aku yang sebenarnya, sepertinya aku bukan diriku yang dahulu?!!”. Perkataannya itu terngiang selalu di telingaku, hampir aku juga ingin berteriak dengan keras mengatakan kata-kata yang sama dengannya. Apakah saat ini aku bukan aku yang sesungguhnya? Atau aku saat ini telah mati dan menjadi manusia-manusia dungu dengan kebisuan dan teriakan kata-kata saja. Apakah jiwaku telah pergi dengan perginya kejantannanku?. Sungguh sial!. Jawaban itu tidak pernah bisa kujawab dan akhirnya aku hanya bisa mengira bahwa diriku telah mati, bukan hidup dengan wajah lainnya, seperti halnya yang pernah dikatakan oleh temanku ini. Begitu pun, aku tidak merasa sakit atau menangis karena aku telah mati. Aku malah bisa tertawa terbahak-bahak melihat diriku yang mati. Aku bahkan bisa memperolok-olok diriku sendiri, bahwa aku hanya seorang cacing dan tidak berguna!.

Kalau aku dan temanku itu bisa kehilangan dirinya sendiri, apakah manusia-manusia yang lainnya tidak bisa sama denganku dan temanku itu?. Aku yakin bahwa hampir semua manusia pernah merasakan bahwa dirinya telah mati, entah apa sebabnya, yang penting mereka pernah kehilangan dirinya. Itulah manusia, manusia yang telah mati dan bisa melihat dirinya sendiri, bisa melihat semua perbuatanya dengan kedua matanya. Ia bisa tahu kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya. Hanya orang yang SOMBONG dan GILA yang tidak mau mengakui bahwa dirinya pernah mati. Hanya yang sudah MATI yang tidak pernha merasakan bahwa dirinya telah mati. Orang itu pasti orang MUNAFIK, yang selalu menganggap dirinya BENAR dan selalu hidup dengan segudang KESALAHANNYA. Dan akhirnya aku terlepas dari segala ikatan yang selama ini mengikat. Seperti sebuah kapas yang ringan, yang terbawa terbang oleh angin. Seperti itulah diriku saat ini. Walaupun aku masih hidup dalam dunia KATA-KATA!.





Baca Selanjutnya Bro..

MANUSIA DAN KATA-KATA

MANUSIA DAN KATA-KATA

Dari sekian banyak orang pintar di sekitar sini
Aku paling bahagia melihat diriku sendiri
Suaraku adalah satu-satunya yang aku cermati
Dan wajah sata-satunya yang aku tatapi adalah wajahku sendiri.

Penyari Roy Campbell (1901-1957)

Dikala suara manusia saling beradu, seperti suara monyet-monyet mengiringi tidurku. Aku harus terbangun dengan seribu pertanyaan, termasuk ada apa dengan dunia ini?. Dunia yang sudah tua, yang dibebani dengan manusia yang semakin hari semakin angkuh. Apakah yang terjadi dengan dunia saat ini. Manusia dengan manusia saling menggigit, saling menyalahkan tidak mau mengalah. Mereka bercuit-cuit menyerukan kebenaran masing-masing, sebuah kebenaran dengan ketamakan tanpa batas. Apakah dunia sudah terlalu tua, ataukah manusia sudah terlalu GILA?. Mereka mengira bahwa merekalah yang BENAR, padahal kebenaran tidak pernah muncul dari manusia yang masih dipenuhi dengan kotoran-kotoran NAFSU. Alangkah indahnya jika seseorang sudah mampu minimal berkata seperti perkataan ROY CAMPBELL di atas, apalagi mengamalkannya.

Kesesatan sebenarnya sudah menutupi hati nurani diri sendiri, sampai-sampai mereka tidak tahu diri sendiri, eksistensi diri sendiri. Manusia dibuat untuk hidup rukun saling berdampingan sesamanya, bukan saling menyakiti. Kenapa harus ada AKU dalam diri, jika AKU adalah DUSTA?. Kenapa harus ada KEKERASAN, jika jalan KASIH-SAYANG masih terbentang?. Lewat sebuah KATA dengan sudut berbeda, apakah tidak ada KOMA untuk saling berhubungan dengan kata CINTA. Apakah manusia tidak pernah melihat, bahwa kata-kata yang mereka ucapkan adalah berbeda-beda, tapi menyiratkan sebuah persatuan dengan maksud yang sama dan saling keterkaitan.

Misalnya sebuah kata C, I, N, T,dan A adalah sebuah kata yang mempunyai ciri-ciri khusus dan segudang kesibukan sendiri. Tapi kata-kata itu akan tampak lebih indah dan bermakna kalau kita rangka atau disatukan menjadi CINTA. Alangkah indahnya kata-kata itu, lebih indah dari pada hanya sendiri-sendiri dengan jerit-jerit kesepian setiap hari. Apakah manusia tidak bisa menjadi KATA-KATA yang indah itu, bersatu-padu dalam satu tujuan tanpa mengolok-ngolok sesamanya?.




Baca Selanjutnya Bro..